Sabtu, 11 Februari 2012

Deradikalisasi untuk Semua

Kalimat Deradikalisasi begitu pamiliar belakangan ini,khususnya setelah korban berjatuhan oleh tidakan-tindakan kekerasan mengatas namakan Agama,seolah-olah mereka adalah tentara-tentara tuhan, tentara yang diberi wewenang oleh Tuhan untuk menegakan hukumnya,yang ujungnya malah mereka mendikte Tuhan.

kekerasan atas nama agama itu dilakukan oleh kelompok agama terhadap yang tidak beragama, atau kekerasan kelompok agama ke agama lain, maupun seagama tapi berbeda Mazhab atau perbedaan aliran, karena di negara ini mayoritas masyarakatnya penganut agama Islam maka label kekerasan itu identik dengan umat Islam.

Kita bisa menyaksikan bagaimana satu kelompok umat islam melakukan tindakan kekerasan dan melanggar hukum dengan melakukan pengrusakan,penghancuran,secara fisik terhadap umat islam lainya,seperti kejadian di Monas,kekerasan yang dilakukan FPI terhadap kelompok lain,termasuk kejadian di cikeusik banten.Bumbu kekerasan semakin mengerikan ketika sudah berwujud teror bom,dan bom bunuh diri,ini bukan saja telah merusak semangat dan nilai-nilai kebangsaan,tapi juga merusas Ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.

pada akhirnya, akar-akar kekerasan yang tumbuh subur itu menjamur karena di pupuk dan dipelihara,akar-akar itu telah jauh melenceng dari ajaran islam itu sendiri.pemicunya sangat kompleks,dari mulai faktor ekonomi,politik,sosial,media, termasuk faktor lemahnya iman dan ilmu karena faktor pendidikan.

faktor ekonomi untuk Radikalisme di Indonesia adalah no pertama,para pelaku kekerasan secara ekomoni selalu berada dikelas bawah,himpitan hidup,pendidikan yang terbatas serta lingkungan yang sumpek melahirkan jiwa putus asa dan kehilangan harapan masa depan, sehinga ‘cuci otak’ tentang ajaran radikal sebuah ajaran pembebasan yang diselimuti anti kemapanan dan anti lingkungan.para pelaku adalah orang-orang yang tersisihkan secara ekonomi dari maenstream,para pelaku selalu tidak punya pekerjaan tetap / serabutan,bahkan beberapa pelaku bomber entah kebetulan atau tidak para istrinya selalu sedang hamil tua.seperti mohamad syarif dll.sedangkan untuk ormas-ormas yang melaukan kekerasan para pelaku juga hampir sama tidak mempunyai pekerjaan tetap alias serabutan,karena kalau mereka bekerja mungkin mereka tidak ada waktu untuk melakukan tindakan-tindakan seperti sweeping dll.

Sedangkan faktor lainya adalah faktor politik, pelaku cenderung putus asa dan kehilangan keteladanan didalam kehidupan berbangsa dan bernegara,pelaku-pelaku elite politik yang mementingkan diri sendiri,kelompoknya,dibarengi menjamurnya tindakan Korupsi,ketidak adilan hukum,sangat merangsang tindakan radikal sebagai protes terhadap kondisi itu semua.

media massa baik televisi maupun cetak juga tidak kalah berperanya,mereka mencekoki otak generasi muda atau rakyat secara fulgar,bayangkan tipa hari mereka dicekoki kekerasan,kebrutalan,baik berita maupun film,dibarengi dengan berita-berita yang memuakan dari prilaku eliet politik, maka radikalisme sebagai sebuah sikap akan dengan mudah merasuki rakyat yang dilanda putus asa tersebut.

jadi bagaimana menekan kekerasan/radikal dari kaum agamawan atau rakyat secara umum,sederhana langkah utamanya adalah bertindak terbalik dari tulisan di atas, yaitu perbaiki ekonomi bangsa lebih berpihak pada rakyat dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat,adil dan makmur.para elite politik lebih harus memberikan tauladan yang baik dengan menjahui nilai-nilai korup,kepentingan kelompok serta santun,sedangkan untuk media massa tentu saja jangan menjadikan pasar sebagai tujuan utama tanpa memperdulikan dampaknya.

Deradikalisasi akan berjalan baik dengan mensinergikan seluruh komponen starategis untuk berjalan di rel yang lebih baik,Deradikalisasi adalah gerakan kembali keindonesiaan kita yang sempat kehilangan karakter,budi pekerti dan semangat kenbangsaan.Deradikalisasi bukan hanya untuk umat islam,tapi untuk seluruh komponen bangsa.


0 komentar:

Posting Komentar