Sabtu, 11 Februari 2012

Mendiagnosa Hukum Kita yang sakit Kronis

Hukum kita sakit bahkan menjadi sarang penyakit, Seperti Kanker itulah hasil diagnosa penyakit yang bersarang dalam tubuh NKRI ini,Kanker dalam stadium lanjut yang mulai menjalar menggerogoti berbagai sendi kekebalan tubuh bangsa,niscaya di sisi lain usaha penyembuhan masih jauh dari harapan, kanker itu semakin transparan terlihat dengan jelas dari ‘aquarium’ media massa yang selalu menyiarkan secara langsung belakangan ini.

Menyelami,merunut,menyaksikan penyakit tersebut bukan hanya melahirkan rasa prihatin yang mendalam tapi tentu saja perlu langkah ‘penyembuhan’ yang akurat,cepat dan tepat sasaran,kenapa demikian karena lambatnya penanganan akan berdampak serius bagi tubuh NKRI ini,bahkan lebih jauhmembahayakan dari apa yang diperkirakan.

Bagir manan mantan ketua Mahkamah Agung RI kini berkhidmat sebagai Ketua Dewa PERS menggurai penyakit ‘kanker’ tersebut dengan penuh kesedihan (kompas kamis 6/10/11),menurutnya Hukum kita bermasalah besar sekali, situasi ini tidak boleh di tutupi, kadang kita bicara di ujungnya saja tidak bicara hulunya, ambil contoh i KPK dan pengadilan yang tdk berfungsi,contoh lain Misalnya DPR membuat UU begitu di sahkan di bawa ke MK lalu UU itu dibatalkan ini contoh bagaimana penyelesaian hukum harus dari hulu ke hilir tidak di hilir saja

Sumber masalah hukum ada 3 yaitu pertama sistem politik berpengaruh pada hukum baik pembuatan maupun penegakanya,misalnya mengapa sampai terjadi badan anggran DPR sedemikian rupa kekuasaanya sehingga ada kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, contoh lain masalah pemilihan kepala Daerah yang dipilih langsung oleh Rakyat apa yang terjadi? Yang terjadi adalah tidak ada kepala daerah yang terpilih yang tidak mengeluarkan Duit, ini fakta sehingga banyak kepala daerah begitu terpilih mengawali tuganya dengan menginvertarisir berbagai proyek basah untuk mencari keungtungan materi sebagai pengganti dari dana yang dikeluarkan pada pemilihan,ujung2nya tentu saja berpotensi korupsi sehingga saat ini banyak sekali Bupati dan Gubernur antre untuk diperikas KPK,kepolisian atau kejaksaan karena penyimpangan.

Yang lebih menggerikan dan sudah menjadi rahasia umum adalah bahwa untuk mendapatkan perahu pendukung awal harus sudah bayar ke partai artinya partai menjadi Rental, yang ribet tentu saja dampaknya ketika terjadi dua pintu masuk kepartai maka ambil contoh tragedy di papua yang menewaskan beberapa orang dan hingga kini di sana masih terjadi kekosongan pejabat bupati.

sumber kedua dari Sakitnya hukum kita adalah tingkah laku politik kita yang terlalu berorientasi kekuasaan begitupun yang mereka yang duduk di lembaga politik,kecil sekali menjungjung kesejahteraan rakyat dan Negara, dan ketiga rakyat kita dihinggapi menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, dan Masalah besar yang paling menonjol dan membahayakan adalah dimana publik kehilangan kepercayaan kepada segala struktur kekuasaan, publik tidak percaya kepada DPR,pengadilan,KPK dan pokoknya pada suprastruktur Negara,demikian pula pada inprastruktur orang tidak percaya pada parpol karena rakyat menonton tingkah laku mereka yang korupsi ungkapan mantan ketua MA ini tentu saja memberikan israrat kalau salah menangani maka sakitnya hukum akan membawa tubuh NKRI pada situasi yang membahayakan.

Sebelumnya sebuah Tulisan Agus Muldya Natakusumah mengusulkan agar Fakultas Hukum di Tutup,dengan harapan kalau Tutup Fakultas Hukum di tutup maka Indonesia aman Sejahtera dan berkeadilan.dalam tulisanya , Yang menarik adalah ketika Terlontar , pernyataan tajam dan cerdas dari Ir Chandra Tirtawijaya yang mengatakan bahwa kenapa hanya UI saja yg ribut padahal ada 7 BHMN lainnya juga yang mengalami nasib yang sama. Yg menarik ketika disebut kok ITB tidak ribut….jawaban spontannya adalah ITB tidak ada fakultas Hukumnya sehingga aman karena 2 ahli hukum yang bertemu bukan hanya akan menghasilkan 2 pendapat hukum saja tetapi bisa lebih apalagi jika banyak ahli hukumnya. Dalam kasus ini juga menarik ketika Sampai Adnan Buyung Nasution juga ikut ikutan bisa jadi karena merasa ahli Hukum dan sangat mencintai UI maka tidak diam akibatnya jika para senior dan ahli Hukum pada turun semakin semerawut pendapat Hukumnya. Keributan ini juga ternyata terjadi pada trisakti. Trisakti sampai saat ini masih panas dingin dalam soal statusnya dan ini juga karena ada fakultas hukumnya. Sampai kapan keributannya akan berakhir nanti semoga tidak semakin meluas.

Lawyer club di Tvone adalah pengadilan diluar pengadilan dimana orang diadili diluar pengadilan juga dibuat ahli hukum Karni Ilyas yang juga pasti tahu dampak dan akibatnya walaupun niatnya bisa jadi untuk kebaikan walau ditangkap rakyat cukup membuat frustasi.Dan banyak personil hukum juga yang pada ujungnya dipersepsikan membuat konflik dan mendapatkan rejeki dari konflik mulai dari paling senior Adnan Buyung, sampai Ruhut sitompul dan lainnya, soal nanti berkolaborasi dengan ahli sosial politik bisa jadi menjadikan skandal besar tinggal sebut saja apakah BLBI atau century, dll

Kenapa ini semakin gagal diindonesia saat ini? Di Belanda ada ratunya sehingga apapun perdebatannya pada ujungnya masih ada yang stabil yaitu kerajaannya dan diindonesia pada saat Orde Baru persoalan hukum tidak secarut marut sekarang krn ada pak harto pada ujung persoalan bangsa. Skg Presiden selalu pada ujungnya terjebak ….tidak mengintervensi proses hukum, padahal ahli hukum tahu sendiri seperti yang sudah dijelaskan diatas dan sbg kepala pemerintahannya pun memang indonesia skg kedaulatannya lebih tersebar. Akibatnya kondisi ini makanan empuk para ahli hukum.

Hukum buatan orang yang terdidik dalam konteks pola pikir Belanda tentu saja Normalnya Tidak bersumber kepada rahmat Allah yang maha kuasa dalam mewujudkan tatakelola yang akan diatur oleh produk hukumnya karena dibelanda jelas tidak seperti itu padahal Indonesia Merdeka jelas jelas disebutkan bahwa “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”Tutup fakultas Hukum diindonesia supaya indonesia Indonesia aman Sejahtera dan berkeadilan jika kondisinya tetap seperti ini.

Gambaran dari catatan di atas tentu bukan sekedar analisa, tapi berdasarkan fakta2 ,kegelisahan rakyat yang mereka rasakan juga mereka tonton bagaimana prilaku elite politik memainkan aturan main,Hukum sebagai panglima ternyata masih jauh dari harapan,namun demikian kondisi ini bukan berarti Indonesia akan mati atau bubar,Indonesia dalam sejarahnya lahir bukan dari kesepakatan hukum tapi lahir dari semangat kemerdekaan,anti penjahahan,semangan mandiri,rasa senasib sepenangungan dengan tauhid Martabat dan Rahmat Allah, hukum memang sebuah penyakit kronis tapi bukan berarti tidak bisa di sembuhkan, akarnya jelas,tinggal bagaimana pengobatanya memang tepat asasaran ke akarnya.

Agak naïf kalau ada ungkapan bahwa ada yang diuntungkan dari situasi ini, dalam arti situasi ini memang bagian dari sebuah konspirasi atau cipta kondisi yang berujung pada kekuasaan, cipta kondisi yang menggiring supaya penyakit kronis yang menjalar ini menggiring publik kehilangan kepercayaan kepada segala struktur kekuasaan, publik tidak percaya kepada DPR,pengadilan,KPK dan pokoknya pada suprastruktur Negara,demikian pula pada inprastruktur orang tidak percaya pada parpol dan tentu saja pemerintah,sebuah tekanan terhadap kekuasaan dari apa yang dinamakan ‘kuku-kuku kapitalisme’ global yang menancap di NKRI melalui penguasaan aset ekonomi yang sedang di negoisasikan ulang yang berkolaborasi dengan petualang2 di tanah air,tentu saja menguntungkan pengusaha asing karena kost untuk membayar petualang lebih murah dari pada kehilangan aset oleh pemerintah NKRI yang membawa nama Negara.

Keruntuhan wibawa Negara,terseok-seoknya segala struktur Negara dipahami sebagai kelumpuhan atau lemahnya pemerintahan, kalau ini yang terjadi tentu saja hanya dua pilihan mengikuti kehendak penekan sehingga negoisasi kembali merugikan Rakyat Indonesia atau kisruh berlanjut seperti tahun 1998 dimana bila tidak terkendali hanya akan melahirkan rezim fasis yang represif karena mandate Demokrasi telah Gagal. Hanya ada satu jalan untuk menyelamatkan NKRI dari sakit ini yaitu kembali menata hati, menyatukan visi dan misi dalam wadah kepentingan nasional, menahan diri dari pecah belah dan adu domba sekaligus memperkokoh rasa kesatuan berbangsa dan bernegara,memperbaiki diri dengan tetap saling menjaga kehormatan dan masa depan,menampilkan kesejukan.

Ajakan Ahmad Doli Kurnia ketua umum KNPI patut untuk direnungkan , dimana KNPI mengajak seluruh generasi muda Indonesia, khususnya KNPI menjadi garda terdepan untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara hukum yang sesungguhnya. Doli Kurnia menyampaikan keprihatinan terhadap perbandingan yang terjadi di penghujung Orde Baru dan kondisi saat ini. Menurutnya, pada saat di ujung Orde Baru, pemuda semua berteriak menghujat orang tua-orang tua.Pemuda benci melihat praktik politik uang, korupsi, kolusi, nepotisme, dan semua praktik politik kotor. Bahkan hal itu dituduhkan semuanya kepada para pemimpin-pemimpin pada saat itu, dan meminta mereka untuk turun panggung, ditangkap, dihukum, dan dipermalukan.”Tetapi apa yang terjadi sekarang? Ternyata penyakit-penyakit politik itu sudah pula terjangkit dengan stadium yang tinggi pada politisi dan pemimpin muda saat ini. Nazaruddin, Gayus, dan beberapa nama yang terindikasi saat ini adalah orang-orang muda”Oleh karena itu harus dibangun kesadaran kolektif baru bagi seluruh pemuda Indonesia bahwa kita harus hati-hati terhadap setiap godaan penyakit-penyakit itui. Ternyata penyakit itu bisa menghidap siapa saja, tua muda, laki perempuan, semuanya bisa.sebuah ajakan yang tentu saja diapresiasi walaupun diam-diam.


0 komentar:

Posting Komentar